BAB I
PENDAHULUAN
Islam mempunyai komitmen yang tinggi pada nilai ukhuwah (persaudaraan). Bentuk persaudaraan dalam Islam, antara lain, terwujudnya sikap tolong-menolong dan saling mengasihi antara sesama muslim. Lewat ukhuwah islamiah diharapkan pula tidak ada kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin serta rakyat jelata dengan pengusaha. Di antaranya lewat pemberian zakat dari orang kaya kepada anak yatim dan fakir miskin.
Untuk itu, dalam menghitung besar kecilnya kewajiban zakat, dituntut kejujuran setiap wajib zakat, sebab sesungguhnya mereka sendirilah yang akan menghitung jumlah hartanya. Jujur tidaknya setiap muslim dalam mengeluarkan zakat semata-mata hanya dipertanggungjawabkan kepada Allah swt.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian zakat
Secara etimologis zakat berasal dari kata zaka, yang berarti suci, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, berkembang. Sedangkan secara termologis, zakat adalah sejumlah harta yang diwajibkan oleh Allah SWT diambil dari harta orang tertentu, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat tertentu[1].
Dari pengertian diatas dapat dipahami, bahwa zakat adalah ibadah maaliyah dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat[2].
Allah SWT berfirman dalam surat at-Taubah: 103
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan menyucikan mereka, dan mendoakan untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dalam hadits sahih, Rasullah saw bersabda:
Ø­َصِّÙ†ُÙˆْا Ø£َÙ…ْÙˆَالَÙƒُÙ…ْ بِالزَّÙƒَوةِ ÙˆَدَاوُÙˆْا Ù…َرْضَاكُÙ…ْ بِالصَّدَÙ‚َØ©ِ ÙˆَØ£َعِدُّÙˆْا Ù„ِÙ„ْبَلاَØ¡ِ الدُّعَاءُ
 {رواه الخطيب عن ابن مسعود}.
“Rasulullah Saw. bersabda: “Bersihkanlah hartamu dengan zakat, dan obatilah sakit kalian dengan bershadaqah, dan tolaklah olehmu bencana-bencana itu dengan do’a". (HR. Khatib dari Ibnu Mas’ud).
B.     Hikmah Zakat
Dalam ajaran islam tiap-tiap perintah untuk melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah tersebut.[3]
a.       Manifestasi rasa syukur atas nikmat Allah SWT.
b.      Melaksanakan pertanggungjawaban sosial, karena harta kekayaan yang diperoleh oleh orang kaya, tidak terlepas dari adanya andil dan bantuan orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
c.       Dengan mengeluarkan zakat, golongan ekonomi lemah dan orang tidak mampu merasa terbantu.
d.      Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah yang terpuji dan menjauhkan dari sifat bakhil yang tercela.
e.       Menciptakan dan memelihara persatuan, persaudaraan sesama umat manusia dan menumbuhkan solidaritas sosial secara nyata dan berkesinambungan.
C.   Potensi Zakat Bagi Umat Islam
Sekarang ini negara-negara Islam hanya mampu menerapkan sebagian dari sistem ekonomi Islam seperti perbankan, pembiayaan dan asuransi sharia. Kenyataan bahwa paradigm yang sudah tersurat dan tersirat dalam ajaran Islam ini memang masih belum dioptimalkan oleh umat Islam itu sendiri karena kuatnya pengaruh ekonomi konvensional.
Salah satu instrumen untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat dalam pandangan ekonomi Islam adalah zakat. Konsep zakat semestinya dapat diberdayakan untuk menjembatani kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin sehingga akan mampu mewujudkan keadilan sosial yang pada gilirannya kondusif bagi perkembangan iklim usaha.
Zakat merupakan sumber dana potensial, yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan ibadah zakat melibatkan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda, sejak pengumpulan, pendistribusian, pengawasan, pengadministrasian dan pertanggungjawaban harta zakat.
1.      Pengaruh zakat dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi[4]
a)      Zakat diambil secara vertikal dan pembagiannya secara horizontal.
Zakat diambil secara vertikal jika telah mencapai nishab, yaitu sebagai ketetapan dengan pembatasan minimal wajibnya zakat dikeluarkan. Sedangkan pembagian zakat secara horizontal atau merata kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang disebutkan di ayat zakat.
b)      Zakat yang dikeluarkan dan dapat menutupi kebutuhan adalah sebagai ukuran pengeluarannya.
Jika ukuran yang diberikan kepada para fakir miskin sudah dapat menutupi kebutuhan hidup mereka, itu berarti adalah ukuran pengeluaran zakat yang tepat.
c)      Pengaruh zakat dalam permintaan ekonomis.
Kumpulan permintaan individu yang mengnginkan suatu barang dengan kemampuan mereka membayar harganya dan berusaha membelinya. Zakat adalah sebagai salah satu tambahan bagi pemasukan. Sedangkan pada sektor produksi akan menyebabkan bertambahnya produktivitas, sehingga perusahaan-perusahaan yang telah ada semakin bergerak maju.
2.      Pengaruh zakat dalam mewujudkan keseimbangan sosial.
a)      Peringatan untuk menghindari kebakhilan dan mendustakan agama.
b)      Pengaruh zakat dan dampak pada sisi perilaku dan jiwa.
3.      Potensi  zakat dalam sektor-sektor ekonomi
Dapat diketahui bahwa sektor-sektor dalam perekonomian modern merupakan objek penting dalam pembahasan zakat. Sektor pertanian hampir tidak memiliki perkembangan yang mencolok dibandingkan dengan masa-masa yang lalu. Sektor ini hampir kesuluruhannya diusahakan oleh masyarakat baik dalam skala kecil,menengah, maupun besar. Hanya saja setelah negara ikut dalam persoalan-persoalan yang dihadapi dunia pertanian, ada bagian yang di dalamnya perlu dibahas lebih lanjut, misalnya peranan subsidi pemerintah dalam usaha tani dalam mempengaruh perhitungan zakat pertanian. Secara nasional peranan pertanian semakin kecil dalam perekonomian banyak Negara, tetapi sektor ini menampung paling banyak tenaga kerja terutama di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia.
Sektor industri merupakan sektor yang teus mengalami peningkatan peran dan memberikan sumbangan yang semakin besar dalam perkonomian suatu negara. Sektor ini, dengan demikian merupakan sumber zakat yang sangat penting pada masa modern ini. Hanya saja perlu dibahas persoalan-persoalan yang menyangkut pengusahaan sektor industri yang ditangani oleh pemrintah melalui badan usaha milik negara, meskipun perpanjangan tangannya sering kali juga dilakukan oleh sektor swasta industry yang terkait dengan barang-barang tambang tentu menjadi menarik untuk dikaji aspek zakatnya, karena ia adalah harta yang diperoleh tanpa mengandalkan aspek produksi, semata-mata terkait dengan eksplorasi. Perusahaan-perusahaan banyak berkembang pada sektor ini dan merupakan kecenderungan yang selalu meningkat terutama di negara-negara maju.[5]
Dan satu hal yang perlu diingat dalam perkembangan dunia modern sekarang ini potensi zakat yang harus juga digarap adalah zakat profesi (dokter, arsitek, pengacara dan lain-lain), zakat perusahaan yang juga sangat potensial untuk dikembangkan khususnya yang dimiliki oleh umat Islam, zakat terhadap pemilikan surat-surat berharga (seperti saham, obligasi serta commercial paper). Ini semua adalah potensi-potensi zakat yang jika terkumpul melalui suatu institusi dan bisa dikelola melalui sistem dan manajemen yang modern akan menghasilkan suatu dana yang luar biasa besarnya yang akan melebihi aset-aset pemerintah yang ada sekarang ini.
D.    Otimalisasi Penerima Zakat
Seperti sudah dijelaskan jika potensi zakat di atas bisa digarap dengan optimal maka penyaluranna juga perlu lebih optimal supaya betul-betul bermanfaat tidak saja mengangkat kehidupan ekonomi umat tapi juga sekaligus harus mampu mendidik penerima zakat dalam arti luas. Untuk itu diperlukan suatu terobosan-terobosan yang memungkinkan hal itu terwujud.
Selama ini zakat yang diberikan kepada kaum fakir dan miskin adalah berupa uang yang diberikan secara langsung. Hal ini bisa diterima dan dimengerti mengingat bahwa uang yang terkumpul dari zakat jumlahnya relatif sedikit. Sehingga pengelola zakat tidak bisa berbuat lebih banyak lagi dengan jumlah uang yang ada.
Namun, jika dana yang terkumpul sudah membesar, maka perlu ada terobosan baru dalam sistem penyaluran zakat tersebut. Setidak-tidaknya ada dua bidang yang harus dibenahi. Pertama, penyaluran zakat tidak hanya seperti yang dijelaskan di atas, tapi juga harus memberikan wawasan baru dan meningkatkan kemampuan intelektual dari penerima zakat tersebut.
Program ini bisa dilaksanakan dengan jalan, misalnya memberikan beasiswa untuk pendidikan kepada para putra-putri penerima zakat. Dengan demikian, pada generasi kedua dari penerima zakat ini sudah bisa menikmati adanya perbaikan dalam wawasan ilmu dan pengetahuan sehingga dengan demikian juga diharapkan mereka memperoleh lapangan kerja yang lebih baik dari orang tua mereka.
Adanya korelasi positif antara pendidikan dan pendapatan sudah menjadi kajian empiris dan terbuti keabsahannya baik dari kajian yang dilakukan di negara-negara barat maupun di neara-negara berkembang. Dan perlu juga dipikirkan untuk mendirikan suatu institusi pendidikan, penerbitan dan lain-lain yang akan memberikan dampak positif dan memberdayakan penerima zakat.
Kedua, dalam menyalurkan zakat sudah saatnya disertai dengan pembinaan manajemen terhadap para penerimanya. Artinya para penerima zakat sekaligus mendapat bimbingan dari pihak pengelola zakat baik langsung atau oleh siapa saja yang menjadi partner pengelola zakat tersebut. Sehingga penerima zakat dalam mengelola usaha sendiri apakah itu usaha kecil, home industry atau usaha apa saja bisa menerima nilai tambah (value added) yang lebih dari pengelola zakat.
Dengan program ini betul-betul diharapkan bahwa para penerima zakat tersebut untuk jangka waktu tertentu sudah dapat berdiri sendiri dan kemudian dapat bertindak sebagai pembayar zakat. Tentu saja, perlu dirancang suatu scheme dan strategi yang jitu dan tepat guna bagi pengelola zakat dan terutama bagi penerima zakat tersebut.


BAB III
PENUTUP
Sebagai implikasi kebijakan, idealnya pemerintah lebih serius dalam mengoptimalkan peran zakat sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Untuk mendukung keseriusan ini pemerintah dapat membuat suatu gerakan nasional yang dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk berzakat, sebagaimana halnya dengan gerakan keluarga berencana nasional yang terprogram, terarah dan berkesinambungan.
Gerakan ini juga hendaknya didukung oleh gerakan edukasi masyarakat tentang pentingnya berzakat baik bagi individu, maupun bagi kelompok masyarakat, maupun masyarakat luas secara umum. Tanpa demikian mungkin akan sulit mewujudkan realisasi zakat untuk mencapai potensinya. Karena sebagaimana kita lihat gerakan keluarga berencana yang terprogram baru menampakkan hasilnya setelah 20-30 tahun. Keberhasilan gerakan ini akan menjadikan negara ini menjadi negara yang mandiri setidaknya dapat menggunakan dana ini dalam usaha-usaha pengentasan kemiskinan  yang selama ini masih menggunakan dana pinjaman dari luar negeri.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Ba’ly, Abdul Al-hamid Mahmud.(2006). Ekonomi ZAKAT. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hafidhuddin, Didin. (2003). ISLAM  APLIKATIF. Jakarta: Gema Insani.
Hafidhuddin, Didin. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.
Usman, Suparman. (2001). HUKUM ISLAM. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Qadir, Abdurachman. (1998). ZAKAT (Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Inayah, Gazi. (2003). Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.




[1] Suparman Usman, Hukum Islam, ( Jakarta: Gaya Media Pratama,2001), hlm. 158.
[2] Abdurachman Qadir, ZAKAT ( Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial ), ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998 ), hlm. 62.
[3] Ibid, hlm. 161.
[4] Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’ly, Ekonomi ZAKAT, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006), hlm.125-135.
[5] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perkonomian Modern,(Jakarta:Gema Insani,2002),hlm. 89-90.